Friday, August 06, 2010

Sebuah Renungan

Di sudut itu lagi. Tempat yang asyik bagi saya untuk benar-benar merasa “tersudut”, dan memikirkan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup berdasarkan kenyataan masyarakat sub urban. Sudut itu terpaksa menjadi tempat favorit saya. Dimana ada kesempatan, saya pasti berusaha menyudut. Gak ada matinya deh. Di sudut itu saya bisa tertidur, melamun, berkhayal, bernyanyi, tersenyum, bahagia, dan bersedih, kesal serta kemudian tersadar bahwa dibutuhkan toleransi untuk menjadi manusia sosial. Di sudut angkutan umum. Pagi ini sudut itu sudah terisi. Oleh lelaki. Sudah renta. Dia membawa banyak hasil kerajinan tangan terbuat dari bambu. Ada tampah, boboko, kipas. Saya jadi teringat sebuah adegan dalam sebuah reality show di televisi. Bapak tua ini mungkin dari dusun pedalaman Bandung atau Sumedang. Sejauh itu menempuh perjalanan untuk menjual hasil kerajinan tangannya. Saya memikirkan apakah barang-barang tersebut laku dijualnya nanti. Bagaimana dia makan. Bagaimana dia pulang. Tubuhnya sudah bungkuk. Kemana yah anaknya? Sedih. Di sudut itu kita pasti menemukan beragam peristiwa yang benar-benar “hidup”. Itulah kehidupan. Gak selamanya benar-benar indah. Yang benar adalah berusaha. Berusaha untuk mengisi hidup. Sebenernya masih agak susah bagi saya untuk menerima bahwa saat ini saya memasuki usia yang matang. Matang dalam arti lahir dan bathin. Matang cara berpikir dan bertindak. Dewasa dalam menyikapi segala hal. Tapi sekarang seperti terjebak dalam mind set itu. Bahwa saya sudah cukup matang dan harus menyikapi segala permasalahan dengan arif dan bijaksana. Menjadi dewasa ternyata melelahkan. Segala sesuatu harus dipikirkan. Ketika ada kekecewaan sedikit, jadinya malah uring-uringan. Eh, atau malah saya aja yang menganggap segalanya terlalu sulit? Yang saya rasakan sekarang adalah selalu membutuhkan si dia untuk berkeluh kesah. Padahal saya sadar kalau keluhan itu sangat menyebalkan untuk di dengar. Untuk semua mahluk yang hidup. Mari membuat hidup lebih hidup, dengan berusaha mengisi dengan sesuatu yang bermanfaat, membantu sesama, berempati pada semua yang mereka rasakan dan jangan meratapi hidup jika kalian belum beruntung. Mungkin Tuhan masih ingin melihat sejauh mana kesabaran kalian. Saat ini saya baru menyadari makna mencintai manusia di jalan Allah. Bahwa segalanya Dia yang mengatur, Dia yang beri perlindungan dan kekuatan. Selalu memintalah pada-Nya. Beri kedamaian di bumi ini. Amin.

No comments: