Friday, October 30, 2009

Fantasy

Suka enggak ngerti sama orang yang berpikir buat menghilangkan penat dengan hal-hal yang pendek. Minum-minuman beralkohol, ngobat, hura-hura di klab malam, dan sejuta hal pendek lainnya. Gimana sih perasaan mereka? Apa memang benar dengan melakukan hal-hal tersebut, penat mereka menjadi benar-benar hilang? Buat manusia yang sudah seusia saya (24 tahun) mungkin bukan hal yang baru lagi. Saya rasa semua sudah faham. Kalau minuman, obat-obatan dan klab malam hanya kenikmatan sesaat. Saya tidak ingin menjadi munafik, saya juga pernah merasakan hal-hal tersebut. Tapi pada akhirnya saya memutuskan bahwa dunia itu totally NOT MY WORLD! Gak ada ketenangan yang saya dapat. Jadi rasanya sungguh terlambat kalau ada manusia seusia saya atau bahkan lebih, yang masih berpikir bahwa hal-hal pendek itu berguna untuk melepaskan penat atau bahkan menghilangkannya sama sekali. Ga bakalan, yang ada mereka membuat masalah baru. Fantasi seperti apa sih yang ingin mereka bangun? Saya tidak mengerti dan sulit untuk mengerti. Tidak ada satu tempat pun dalam otak dan hati saya yang bisa menerima pemahaman tersebut. Hal ini menjadi masalah, kalau yang memiliki pemikiran seperti ini adalah rekan, saudara atau kerabat dekat kita atau orang yang kita sayang. Menjadi semakin aneh rasanya karena semakin ingin mengerti dia dan pemahamannya maka semakin tidak pahamlah kita. Akhirnya demi orang yang kita sayang itu, kita mencoba menerima dan terpaksa menerima nya sambil terus berfikir "fantasi seperti apakah yang mereka rasakan?". Tapi kita akan terus bertanya, karena kita tidak akan mengerti. Disamping itu kita tidak akan pernah mau sama dengan pemahamannya. Lama-kelamaan mencoba untuk menerima, kita akan merasa muak dengan fantasi yang kita bangun sendiri tentang mereka. Pikiran menjadi negatif. Sama seperti yang mereka lakukan. Ah, saya sudah tidak tahu lagi pembicaraannya akan dibawa kearah mana. Fantasi ini membunuh akal sehat. Coba saja kita lihat, ketika dia pulang nanti akankah rasa penat masih menggantung dibenaknya, atau memang benar-benar sudah hilang..

Thursday, October 29, 2009

29 Oktober 2009

Mungkin bagi sebagian orang hari ini bersejarah. Begitupun bagi saya. Hari ini saya merasa segalanya mentah lagi. Saya tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Saya harus belajar lagi mencintainya diatas kekecewaan saya yang membuncah. Ternyata begini yang namanya mencinta. Tidak semuanya terasa manis. Entahlah untuk apa diciptakan rasa pedih. Mungkin untuk selalu merindu sang rasa manis. Air mata yang tertahan seakan mencekik dan menghabiskan napas. Saya mulai mati rasa. Segalanya menjadi tidak meyakinkan kini. Untuk kesekian kalinya teater kehidupan berputar di dalam benak. Random, berulang-ulang dan tak beraturan. Lelah jiwa ini menyaksikannya. Video kehidupan saya seakan diputar ulang, dan segalanya tentang kesakitan, pedih dan kecewa. Semua kata-kata manis dan harapan masa depan menjadi hitam. Saat ini saya pesimis memandang hidup. Ternyata begini namanya mencinta. Yang normal menjadi tidak waras, begitupun sebaliknya. Ketika manis menjadi amat manis dan ketika pedih terasa mematikan. Saya ingin tetap di jalur yang netral. Tanpa terbelenggu perasaan melebih-lebihkan. Ternyata begini namanya mencinta. Ketika disayangin ingin memiliki. Namun ketika tersakiti ingin membenci dan menghilangkan dari segala sisi kehidupan. Ternyata begini namanya mencinta. Rasa sayang dan benci dengan ajaibnya dapat melebur menjadi satu.. Membingungkan.. (pernahkan memikirkan perasaan aku sedikit aja?)

Monday, October 26, 2009

ingin bermetamorfosis

Wah sudah lama sekali engga pernah menulis. Entah mengapa ide-ide di kepala ini selalu tidak bisa dikeluarkan menjadi tulisan. Padahal banyak sekali pengalaman-pengalaman yang ingin dibagi. Sejauh ini hampir 8 bulan saya sudah memasuki dunia pekerjaan. Bisa dibilang masih sedikit pengalaman yang bisa diambil, tapi bagi yang menjalaninya serasa bagaikan sewindu! :)

Sampai dengan bulan Oktober ini, ada beberapa teman saya yang telah mengalami metamorfosis. Dari seorang perempuan menjadi seorang ibu, dari single menjadi dobel, dari tidak kawin menjadi kawin. Tapi ada juga yang masih statis, tapi pastinya banyak pengharapan.

Rasa-rasanya bagi perempuan seumuran saya menikah merupakan perbincangan yang sangat menarik. Bagi sebagian orang mungkin menjadi menyebalkan. Hehehe, dan saya mengalami kedua sisi ini. Kadang sangat menyenangkan dan berharap segera memasuki dunia perkawinan itu, disisi lain saya juga merasa muak dengan orang-orang yang membicarakan topik ini. Sebabnya karena saya merasa masih terlalu jauh untuk menuju kesana. Banyak hal-hal yang belum saya punya. Dan akhirnya menjadi sedikit depresi membayangkan siapakah yang akan menjadi pasangan saya kelak. “Apakah dia jodoh saya?”, “Akankah saya menikah dengannya?”, “kapan dia melamar saya?”, “nanti rumah tangga saya bahagia apa engga?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memusingkan.

Pada intinya saya menyimpulkan bahwa saya belum diberi waktu yang tepat untuk menikah. Itulah mengapa jalannya masih belum dipermudah. Mungkin saya harus lebih banyak belajar dan berusaha menjadi lebih baik lagi. Karena memasuki gerbang pernikahan, sedikit banyak akan merubah kehidupan kita..

Tahun ini juga harapan saya amat besar untuk sebuah perubahan. Perubahannya seperti apa saya tidak bisa menjelaskan, tapi yang jelas kearah yang lebih baik. Untuk mencapai perubahan itu saya juga melalui beberapa proses perjalanan. Dan diantaranya ada yang kurang enak, tapi saya berusaha mengambil hikmahnya. Semakin dewasa saya merasa kehidupan semakin berat, tapi justru disitulah kedewasaan saya diuji. Jika pada saat ini saya kalah, maka saya akan menjadi pecundang dalam kehidupan.

Di tahun ini juga saya merasa tidak mudah menjadi perempuan. Banyak usaha dan pengorbanan juga yang harus dilakukan. Dan benar, ditengah tekanan yang saya rasakan, saya juga harus menenangkan hati yang lain. Menenangkan hati orang terkasih saya, yang juga tengah mengalami fase yang sama. Disini saya juga belajar toleransi dengan pasangan. Nantinya kelak kita menikah saya pasti mengalami hal yang sama. Bertoleransi dan saling mengerti akan menjadi hal yang harus dibiasakan. Pada akhirnya saya juga belajar ikhlas dan bersabar. Memang sangat berat menjalaninya, mudah-mudahan saya sanggup sampai tujuan saya tercapai.